Pendidikan
Seks di Mata Pelajaran Sekolah
Melihat perkembangan jaman yang terjadi saat
ini yaitu melalui perkembangan teknologi terutama internet. Hal itu akan
membuat beberapa murid dengan mudahnya mengakses internet melalui mobile phone,
laptop ataupun alat-alat elektronik lainnya yang dapat digunakan untuk
mengakses internet. Apabila internet digunakan secara positif misalnya untuk
membantu pendidikan mereka, hal itu sangatlah bagus. Namun, jika internet
digunakan secara negatif hal yang terjadi adalah murid dengan mudahnya
mengakses situs-situs pornografi lainnya. Hal yang ditakutkan adalah karena
ketidaktahuan dan rasa penasaran mereka mengenai hal tersebut, mereka mencoba
atau mempraktekkannya dengan pasangan mereka setelah mereka melihat video-video
porno di internet. Oleh karena itu, sekolah-sekolah mulai memberikan pendidikan
seks untuk murid-muridnya. Hal itu memang baik untuk masa depan murid agar
murid tidak main-main dengan seks yang dapat menghancurkan masa depan mereka. Menurut
pendapat saya, ada baiknya apabila pendidikan seks tidak dijadikan sebagai mata
pelajaran di sekolah karena kurang begitu baik untuk kondisi psikologi anak.
Pengalaman saya saat SMP, sekolah saya mengadakan seminar selama 1 hari
mengenai pendidikan seks dan HIV/AIDS. Saya dan teman-teman diberikan berbagai
macam gambar mengenai penyakit menular seks, orang-orang yang terkena HIV/AIDS
dan sebagainya. Hal itu membuat saya dan teman-teman mual dan merasa jijik.
Beberapa teman ada yang tidak memiliki nafsu makan setelah diperlihatkan
gambar-gambar seperti itu dan hal itu menjadi trauma bagi kami. Oleh karena
itu, dalam 1 hari seminar saja murid merasa mual apalagi setiap minggunya
diberikan pendidikan seks di sekolah. Pendidikan seks tidak harus dijadikan
mata pelajaran di sekolah tetapi bisa diajarkan oleh guru saat pelajaran
Biologi mengenai pembahasan organ tubuh manusia. Melalui mata pelajaran
Biologi, murid mempelajari secara teori dan fungsi-fungsinya. Selain itu,
pendidikan seks dapat diajarkan melalui mata pelajaran Agama dan Bimbingan
Konseling. Melalui kedua mata pelajaran inilah, guru mengajarkan para muridnya
untuk tidak melakukan hubungan seks di luar nikah karena hal tersebut
bertentangan dengan ajaran agama manapun. Guru juga memberikan nasehat-nasehat
kepada murid-muridnya melalui pelajaran Bimbingan Konseling yang diadakan
setiap minggu selama 1 jam pelajaran. Guru hanya mengajarkan secara lisan saja
atau lebih sekedar ‘curhat’ antara guru dan murid. Selain itu, guru juga harus
melibatkan murid untuk aktif dalam tanya jawab dan diskusi mengenai seks bebas
yang terjadi di masyarakat. Murid-murid pun pastinya menerima pendidikan seks
di sekolah dengan nyaman tanpa ada rasa mual maupun jijik tentang seks.
Murid-murid juga diajarkan untuk mengkritisi permasalahan-permasalahan seks
bebas yang terjadi di masyarakat sekitarnya. Lebih dari pada itu, guru harus
mengajarkan bahwa seks itu penting dan boleh dilakukan setelah adanya proses
pernikahan yang sah secara agama dan masyarakat. Apabila murid-murid merasa
jijik tentang seks, hal tersebut bisa menjadi hal yang berbahaya karena murid
merasa menjadi dewasa itu tidaklah enak seperti yang mereka bayangkan. Mereka
menjadi takut dengan dunia di lingkungan luar sekolah mereka nantinya. Lebih
parahnya lagi, mereka bisa saja mencoba hubungan seks yang lain yaitu bukan
dengan lain jenis tetapi sesama jenis. Menyikapi hal-hal seperti itu, guru
seharusnya juga mengajarkan bahwa hubungan seks hanya bisa dilakukan oleh pria
dan wanita.